Berfikir Komputasional

 



    Berpikir komputasional merupakan metode pemecahan masalah dengan menerapkan teknologi ilmu komputer atau informatika. Berpikir komputasional juga dapat diartikan sebagai konsep tentang cara menemukan masalah yang ada di sekitar, dengan mengamati lalu mengembangkan solusi pemecahan masalah.

    Computational thinking menjadi salah satu keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk bisa menjalani kehidupan lebih baik. Oleh sebab itu, computational thinking harus mulai dikenalkan dan diajarkan pada anak sejak dini agar mereka terbiasa berpikir komputasional layaknya seorang ilmuwan.

    Mengingat pentingnya kemampuan berpikir komputasional, salah satu kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim dalam Kurikulum Merdeka yaitu mengintegrasikan computational thinking di mata pelajaran Matematika, IPAS (IPA IPS) dan Bahasa Indonesia untuk tingkatan Sekolah Dasar. Diharapkan, siswa terbiasa berpikir komputasional untuk memecahkan persoalan atau masalah dalam kehidupan sehari-hari.

    Berpikir komputasional membantu siswa meningkatkan prestasi di bidang akademik maupun non akademik, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving), menyiapkan mereka menjadi pribadi yang berkompeten.

    Jika, sudah terbiasa untuk berpikir komputasional, maka kita akan merasakan dampak positifnya, yaitu dapat berpikir dengan cepat, mudah, dan tepat. 

Pemikiran komputasi melibatkan 4 tahap utama, yakni:

  1. Decomposition, merupakan pembagian masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau sederhana.
  2. Pattern recognition, yakni mencari atau mengenali kesamaan pola dalam maupun antar masalah yang ingin dipecahkan.
  3. Abstraction, melihat permasalahan secara mendasar sehingga dapat melihat jangkauan luas yang lebih penting dan mengabaikan detil kecil yang sebetulnya kurang relevan.
  4. Algorithm, mengembangkan sistem, sekuen, atau langkah-langkah solusi yang dapat diterapkan secara menyeluruh terhadap pola yang sama sehingga lebih efektif dan efisien.

    Contoh mudahnya adalah bagaimana sistem antrean menyelesaikan permasalahan keadilan dan keefisienan dalam menunggu giliran. Berbagai sistem manual seperti hukum, syarat dan ketentuan, SOP (standar operasional) dalam melaksanakan suatu pekerjaan merupakan salah satu bentuk nyata dari pemikiran komputasi.

Contoh 1: Memasak bubur ayam

  • Dekomposisi: pada tahap awal bubur ayam, mari kita menyiapkan langkah-langkah untuk memecahkan masalah dengan menyiapkan ½ kg beras, air, kaldu ayam secukupnya, dan ¼ daging ayam tempat nasi hingga pemasak nasi atau rice cooker.
  • Pengenalan pola: pengenalan pola dengan memahami dalam proses memasak bubur ayam dari memasak air dulu, memasak beras hingga menyalakan mesin pemasak nasi tersebut.
  • Abstraksi: sebuah pandangan berapa banyak beras yang dibutuhkan dalam memasak bubur ayam, masukan beras di rice cooker beserta airnya dan nyalakan.
  • Algoritma: sudah memahami polanya dari di atas, masukan beras secukupnya, air secukupnya, kaldu ayam dan potongan ayam hingga nyalakan mesin pemasak nasi.

Contoh 2: Mencuci pakaian putih
  • Dekomposisi: pada tahap awal kumpulkan pakaian putih yang akan di cuci, menyiapkan alat cuci, ember dan memahami proses pencucian.
  • Pengenalan pola: mengetahui pola dalam mencuci pakaian putih dari memisahkan pakaian putih dengan pakaian berwarna untuk dicuci, memperkirakan detergen dan air yang akan dibutuhkan untuk mencuci pakaian.
  • Abstraksi: setelah mengetahui berapa banyak pakaian putih yang kotor, kemudian akan dilanjutkan dengan memahami pakaian yang kotor, menyatukan pakaian ke dalam ember hingga mencucinya dan menjemurnya.
  • Algoritma: setelah mengetahui langkah di atas dari pemecahan mencuci pakaian putih mulai dari memilah pakaian, menyiapkan deterjen, alat mencuci, mencuci hingga menjemur.
Kelemahan Computational Thinking

    Beberapa ahli berpendapat bahwa computational thinking tidak memiliki pemikiran unik yang dapat membantu problem solving. Intinya, berbagai pendekatan dan metode lain telah memilikinya. Pengembangan sistem untuk menyelesaikan suatu repetisi telah dilakukan dari zaman dahulu. Jika kita melihat kurikulum 13, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saintifik. Semua hal yang ada dalam computational thinking terdapat dalam pendekatan itu pula. Bahkan, pendekatan saintifik memiliki tools-tools yang jauh lebih luas lagi cakupannya jika dibandingkan dengan computational thinking.
    Bisa dikatakan pula bahwa sebetulnya computational thinking tidak lebih dari sekedar turunan atau cabang pemikiran yang dihasilkan dari pendekatan saintifik pula. Jangan lupa bahwa teknologi adalah pengaplikasian sains.

Kelebihan

    Namun bukan berarti computational thinking tidak berguna atau terlalu generik untuk diterapkan dalam kurikulum. Terkadang, jika kita tidak mengerucutkan suatu hal, bisa jadi dampak yang kita inginkan tidak maksimal.
    Sementara salah satu visi dari Mendikbud Nadiem Makarim sepertinya adalah memajukan SDM dan vokasi Indonesia. Dalam hal ini, computational thinking sangatlah menjanjikan. Apalagi jika kita menerapkan efisiensinya dalam problem solving.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa